Apakah Aksi Damai (212) Merupakan Pemberontak? atau Merupakan Khawarij?
Demonstran Damai, .. Halal
Darahnya?
Miris saat melihat adanya seorang “Ustadz” berciri-ciri menunujukkan sifat khawarijnya di Youtube
bermudah-mudah dalam mengajarkan dan menganjurkan menumpahkan darah umat Islam
kepada kaum muslimin, hanya karena dia
tidak setuju (atau tidak paham?) dengan aktifitas umat Islam tersebut. Beliau adalah Ustadz Riyadh Bajrey. Seorang
manusia, ketika sudah bersyahadat dan menjalankan shalat dan zakat, maka dia
terjaga darahnya, haram menumpahkan darahnya. Tak seorang pun berhak
menumpahkan darahnya, kecuali jika ada hak Islam yang dia langgar. Saya akan mencoba menanggapi ustadz berkedok salaf ini, padahal sejatinya ia menunjukkan sisi khawarij didalam dirinya.
Dari Abdullah
bin Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
أُمِرْتُ
أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
وَأَنَّ مُحَمَّدَاً رَسُوْلُ اللهِ وَيُقِيْمُوْا الصَّلاةَ
وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ
عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءهَمْ وَأَمْوَالَهُمْ
إِلاَّ بِحَقِّ الإِسْلامِ وَحِسَابُهُمْ
عَلَى اللهِ تَعَالَى
Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka
bersaksi bahwa Tiada ada Ilah kecuali Allah dan bahwa Nabi Muhammad sebagai
utusan Allah, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Jika mereka sudah
melakukan itu, maka mereka telah aku berikan jaminan terjaga darahnya dan
hartanya, kecuali karena hak Islam. Dan perhitungan atas mereka merupakan hak
Allah ﷻ. (HR. Al Bukhari No.
25, Muslim No. 35, 36)
Dari Abdullah bin
Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah ﷺ
bersabda:
لَا يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ
مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ
إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ
اللَّهِ إِلَّا بِإِحْدَى ثَلَاثٍ: الثَّيِّبُ
الزَّانِيْ، وَالنَّفْسُ بِالنَّفْسِ، وَالتَّاركُ لِدِيْنِهِ المُفَارِقُ للجمَاعَةِ
Tidak halal darah seseorang muslim yang telah bersaksi tidak
ada Ilah kecuali Allah dan aku sebagai utusan Allah, kecuali disebabkan salah satu di antara tiga
hal: ats tsayyib az zaaniy (orang yang
sudah nikah/janda/duda yang berzina), jiwa dengan jiwa (membunuh), orang yang
meninggalkan agamanya dia memisahkan diri dari jamaah. (HR. Al Bukhari No.
6878, Muslim No. 1676)
Maka, tidak sepantasnya bermudah-mudah memfatwakan “bunuh”,
“halal darahnya” kepada sesama umat
Islam (termasuk demonstran muslim), tanpa hujjah yang benar dan kuat. Sebab,
itu akan menjadi senjata dan alasan bagi para pelaku kezaliman untuk membunuh
siapa saja yang tidak disukainya. Lebih tidak pantas lagi jika ini dianggap
sebagai pendapat salaf, entah salaf mana yang diteladaninya? Wallahul Musta’an!
Demonstrasi = Bughat?
Demonstrasi atau unjuk rasa, merupakan salah satu cara
menyuarakan hal-hal yang mereka inginkan; berupa hal yang mereka setujui atau
tolak, menuntut hak, bahkan memperjuangkan hak-hak orang lain, bahkan membela
negara sendiri dari ancaman negara lain.
Cara seperti ini, di negeri ini diperkenankan bahkan
dilindungi UU negara. Lalu, -dalam perspektif ini- , jika demonstrasi disamakan
dengan bughat (pemberontakan), adalah hal yang sangat naif, apakah mungkin
negara memperkenankan aksi yang disamakan dengan pemberontakan, bahkan
dilindungi UU yang mereka buat?
Ada pun bughat adalah upaya makar dengan melakukan pemberontakan
kepada negara, dengan keluar dari ketaatan terhadap mereka dan angkat senjata
untuk menggulingkannya. Jelas ini sangat berbeda dengan demonstrasi.
Ada sekelompok orang demonstrasi menuntut kenaikan upah
kepada perusahaannya. Target demo-nya adalah perusahaannya sendiri, apakah pemimpin negara terancam?
Ada sekelompok orang demonstrasi menuntut ditutupnya
lokalisasi perjudian dan pelacuran. Target demo-nya adalah kemaksiatan, apakah
pemimpin negara terancam?
Ada sekelomok orang demonstrasi mengutuk serangan Zionis
Yahudi kepada Palestina. Target demo-nya adalah Zionis, apakah pemimpin negara
terancam?
Dan masih banyak jenis demo-demo lainnya, sesuai hajat
masing-masing pelakunya. Lalu, pada sisi mana demonstrasi sama dengan
memberontak kepada negara? Padahal negara aman-aman saja, pemimpin tidak
terancam, bahkan kadang ada demonstrasi yang justru mendukung pemimpin sendiri
dari ejekan negara lain.
Maka, menyamakan demonstrasi damai (muzhaharah saliimah)
dengan pemberontakan terhadap negara
atau dianggap menciptakan kerusakan dimuka bumi, adalah penyamaan yang
tidak bisa diterima, dan sangat simplistis. Inilah yang dikritik oleh para
ulama seperti Syaikh Wahbah Az Zuhaili, Syaikh Abdul Mu’thi Al Bayumi, Syaikh
Abdul Lathif Mahmud Al Mahmud, dan ulama lainnya, atas fatwa HARAM-nya
demonstrasi mendukung Gaza dan mengutuk Zionis, pada serangan tahun 2009 silam,
yang difatwakan ulama Arab Saudi,
Syaikh Shalih Al Luhaidan.
Menurut Syaikh Wahbah Az Zuhaili, fatwa pengharaman aksi demonstrasi
dukungan kepada Palestina, adalah fatwa yang memalukan, sebagaimana dilansir
hidayatullah.com. (Selengkapnya silahkan buka: http://g-82.blogspot.co.id/2009/01/syeikh-zuhaili-anggap-fatwa-haram.html
)
Bughat dan Khawarij Wajib
Diperangi
Ada pun MEMERANGI Ahlul Bughah (pemberontak) dan Khawarij
adalah wajib, dan tidak ada perselisihan para ulama. Ini pun menjadi sikap
kami. Hal ini JIKA BENAR-BENAR bahwa
mereka adalah pemberontak dan khawarij, bukan tuduhan. Yaitu pemberontakan dan
perlawanan terhadap pemimpin yang adil, yang meletakkan syariat Islam
sebagaimana mestinya, bukan pemimpin yang mencampakkan syariat Islam.
Sayangnya saat ini tuduhan khawarij begitu murah meriah
ditembakkan ke sembarang orang, pemikir, ulama, dan gerakan da’wah. Dikira
mereka, semua yang kontra dengan pemimpin dan kebijakannya adalah khawarij.
Menasihati dan mengkritik penguasa secara terbuka, disamakan dengan
pemberontakan, dan itu khawarij. Jelas
ini adalah gagal paham tingkat paling menyedihkan.
Memerangi pemberontak dan khawarij adalah wajib, namun para
ulama menjelaskan bahwa itu mesti
didahului peringatan dan pertanyaan kepada mereka, alasan apa mereka
memberontak. Itulah yang dilakukan oleh Khalifah Ali Radhiallahu ‘Anhu, saat
memerangi Khawarij, dengan mengutus Abdullah bin Abbas Radhiallahu ‘Anhuma
terlebih dahulu kepada mereka untuk mencari tahu alasan mereka melawan
pemerintahan Ali Radhiallahu ‘Anhu, juga menasihati mereka, sebelum mereka di
perangi di Nahrawan, ketika mereka tidak ada perubahan.
Imam An Nawawi Rahimahullah (w. 676) menjelaskan:
هَذَا تَصْرِيحٌ بِوُجُوبِ قِتَال الْخَوَارِج وَالْبُغَاة
، وَهُوَ إِجْمَاع
الْعُلَمَاء ، قَالَ الْقَاضِي
: أَجْمَعَ الْعُلَمَاء عَلَى أَنَّ الْخَوَارِج
وَأَشْبَاهَهُمْ مِنْ أَهْل الْبِدَع
وَالْبَغْي مَتَى خَرَجُوا عَلَى
الْإِمَام وَخَالَفُوا رَأْي الْجَمَاعَة وَشَقُّوا
الْعَصَا وَجَبَ قِتَالهمْ بَعْد
إِنْذَارهمْ ، وَالِاعْتِذَار إِلَيْهِمْ
Ini merupakan petunjuk wajibnya memerangi khawarij dan para
pemberontak dan ini merupakan ijma’ ulama. Al Qadhi berkata: “Para ulama telah
ijma’ bahwa khawarij dan yang semisal mereka dari para ahlul bid’ah dan
pemberontak, ketika mereka melakukan perlawanan kepada pemimpin dan menyelisihi
pendapat jamaah umat Islam dan mereka memecah belah tongkat (persatuan), maka
wajib memrangi mereka setelah mereka diberikan peringatan dan ditanyakan alasan
mereka.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 7/169-170. Cet. 2, 1392H. Dar Ihya At Turats. Beirut)
Imam Abul Hasan Al
Mawardi Rahimahullah (w. 450H)
menjelaskan:
فَإِذَا
قَلَّدَ الْإِمَامُ أَمِيرًا عَلَى قِتَالِ الْمُمْتَنِعِينَ
مِنْ الْبُغَاةِ قَدَّمَ قَبْلَ الْقِتَالِ
إنْذَارَهُمْ وَإِعْذَارَهُمْ ، ثُمَّ قَاتَلَهُمْ
إذَا أَصَرُّوا عَلَى الْبَغْيِ كِفَاحًا
وَلَا يَهْجُمُ عَلَيْهِمْ غِرَّةً وَبَيَاتًا .
Jika seorang pemimpin mengangkat seseorang menjadi komandan
untuk memerangi para pemberontak, maka sebelum memerangi mereka hendaknya
memberikan peringatan dahulu dan meminta mereka untuk minta maaf. Lalu,
memerangi mereka jika mereka masih
membangkang tapi tidak dibolehkan menyerang mereka secara mendadak. (Al
Ahkam As Sulthaniyah, Hal. 100)
Bahkan, memerangi pemberontak termasuk bagian dari
jihad. Imam Ash Shan’ani Rahimahullah
berkata:
وَفِي الشَّرْعِ بَذْلُ الْجَهْدِ فِي
قِتَالِ الْكُفَّارِ أَوْ الْبُغَاةِ .
“Secara syariat, jihad adalah berkorban
secara sungguh-sungguh dalam memerangi orang kafir dan para
pemberontak.” (Subulus Salam, 4/41)
Demikian ini dalam menyikapi khawarij dan para pemberontak
atau ahlul bughah yang memberintak kepada pemimpin yang adil.
Demonstrasi (Mengkritik
dan Menasihati Secara Terang-Terangan)
Bukanlah Pemberontakan Apalagi Khawarij
Cukup banyak para ulama membolehkan bahkan menganjurkan
menasihati pemimpin secara terang-terangan atau terbuka, secara damai,
khususnya dalam konteks kesalahannya yang berdampak bagi orang banyak, rakyat,
negara, bahkan agama, bukan dalam konteks kesalahan pribadinya yang berdampak
pada pribadinya saja. Menasihati dan mencegah
kemungkaran penguasa secara terbuka, seperti dengan demonstrasi, atau surat
terbuka di media massa, bukanlah hal tercela jika memang tepat alasannya dan
memiliki maslahat. Ingat, pembahasan kita tidaklah berkenaan demonstrasi
anarkis yang memang merugikan banyak pihak, sebab jenis ini memang terlarang.
Berikut ini adalah fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin Rahimahullah tentang hal itu, ketika Beliau ditanya tentang hukum
menasihati pemimpin secara terbuka. Beliau tidak mengatakan “muzhaharah/demonstrasi”, tapi fatwa
Beliau ini memiliki benang merah yang sama dengan demonstrasi damai, yaitu
sama-sama menasihati secara terbuka.
Beliau Rahimahullah berkata:
ولكن يجب أن نعلم
أن الأوامر الشرعية في
مثل هذه الأمور لها
مجال، ولا بد من
استعمال الحكمة، فإذا رأينا
أن الإنكار علناً يزول
به المنكر ويحصل به
الخير فلننكر علناً، وإذا
رأينا أن الإنكار علناً
لا يزول به الشر،
ولا يحصل به الخير
بل يزداد ضغط الولاة
على المنكرين وأهل الخير، فإن
الخير أن ننكر سراً،
وبهذا تجتمع الأدلة، فتكون
الأدلة الدالة على أن
الإنكار يكون علناً فيما
إذا كنا نتوقع فيه
المصلحة، وهي حصول الخير
وزوال الشر، والنصوص الدالة
على أن الإنكار يكون
سراً فيما إذا كان
إعلان الإنكار يزداد به
الشر ولا يحصل به
الخير. وأقول لكم: إنه
لم يضل من ضل
من هذه الأمة إلا
بسبب أنهم يأخذون بجانب
من النصوص ويدعون جانباً،
سواء كان في العقيدة
أو في معاملة الحكام
أو في معاملة الناس،
أو في غير ذلك،
ونحن نضرب لكم أمثالاً
حتى يتضح الأمر للحاضرين
وللسامعين .مثلاً: الخوارج و
المعتزلة رأوا النصوص التي
فيها الوعيد على بعض
الذنوب الكبيرة فأخذوا بهذه
النصوص، ونسوا نصوص الوعد
التي تفتح باب الرجاء
....
" Tetapi, kita wajib mengetahui bahwa perkara-perkara
syar’i seperti perkara ini memiliki cakupan,
kita harus menggunakan sisi hikmahnya. Jika kita melihat bahwa
mengingkari secara terang-terangan bisa menghilangkan kemungkaran dan
melahirkan kebaikan MAKA INGKARILAH SECARA TERANG-TERANGAN. Dan, jika
kita melihat bahwa mengingkari secara terang-terangan tidak menghilangkan
keburukan, tidak pula menghasilkan kebaikan, bahkan menambah bahkan menambah
tekanan dari penguasa terhadap para pengingkar dan orang-orang baik, MAKA LEBIH BAIK
ADALAH MENGINGKARINYA DIAM-DIAM. Inilah kompromi berbagai
dalil-dalil yang ada.
Dalil-dalil menunjukkan bahwa mengingkari secara
terang-terangan itu dilakukan selama kita mendapatkan maslahat, dan
menghasilkan kebaikan serta menghilangkan keburukan. Nash-nash juga menunjukkan
bahwa mengingkari itu dilakukan secara diam-diam jika dilakukan terang-terangan
justru menambah keburukan dan tidak menghasilkan kebaikan.
Aku katakan kepada
kalian: “Kesesatan yang terjadi pada umat
ini tidaklah terjadi, kecuali karena
mereka mengambil sebagian dalil saja, sama saja apakah itu dalam urusan aqidah,
atau muamalah terhadap penguasa, atau muamalah kepada manusia, atau hal
lainnya. Kami berikan contoh kepada kalian beberapa contoh agar lebih jelas
bagi yang hadir dan pendengar. Misalnya: Khawarij dan Mu’tazilah. Mereka hanya
melihat pada nash-nash yang berisi ancaman bagi pelaku dosa-dosa besar, mereka
menjadikannya sebagai dalil nash-nash ini, tapi mereka melupakan nash-nash lain
yang berisi janji Allah yang dengannya menghasilkan sikap raja’ (harap). ....
"
Lalu, Syaikh Muhammad
Bin Shalih Al-'Utsaimin Rahimahullah melanjutkan:
مسألة مناصحة الولاة، من
الناس من يريد أن
يأخذ بجانب من النصوص
وهو إعلان النكير على
ولاة الأمور، مهما تمخض
عنه من المفاسد، ومنهم
من يقول: لا يمكن
أن نعلن مطلقاً، والواجب
أن نناصح ولاة الأمور
سراً كما جاء في
النص الذي ذكره السائل،
ونحن نقول: النصوص لا
يكذب بعضها بعضاً، ولا
يصادم بعضها بعضاً، فيكون
الإنكار معلناً عند المصلحة،
والمصلحة هي أن يزول
الشر ويحل الخير، ويكون
سراً إذا كان إ علان
الإنكار لا يخدم المصلحة،
لا يزول
“Masalah menasehati penguasa, ada dari sebagian orang yang
hendak berpegang dengan sebagian dalil yaitu mengingkari penguasa secara
terbuka, walaupun sikap tersebut hanya mendatangkan mafsadah. Di sisi lain ada
pula sebagian orang yang beranggapan bahwa mutlak tidak boleh ada pengingkaran
secara terbuka, sebagaimana dijelaskan pada dalil yang disebutkan oleh penanya.
Namun demikian, saya menyatakan bahwa dalil-dalil yang ada tidaklah saling
menyalahkan dan tidak pula saling bertentangan. Oleh karena itu, BOLEH MENGINGKARI
PENGUASA SECARA TERBUKA BILA DI ANGGAP DAPAT MEWUJUDKAN MASLAHAT,
yaitu hilangnya kemungkaran dan berubah menjadi kebaikan. Dan boleh pula
mengingkari secara tersembunyi atau rahasia bila hal itu dapat mewujudkan
maslahat/kebaikan, sehingga kerusakan tidak dapat dihilangkan dan tidak pula
berganti dengan kebaikan." (Lihat: Liqaa Al Baab Al Maftuuh No. 62)
Sementara itu, Syaikh
Abu Syuja’ Al Azhari –dalam Al Mukhtashar Al Mufidah Min Ahkamil
Muzhaharat As Saliimah- menjelaskan tentang apa itu demonstrasi (Muzhaharah) dan bagaimana hukumnya,
yang menurutnya adalah WAJIB.
Tentunya fatwa wajib ini masih bisa didiskusikan lagi.
Berikut ini sebagian perkataannya:
المظاهرة:
هي خروج الناس إلى
الشّارع لقول كلمة حقٍّ،
ونصر المظلومين، ومطالبة الحاكم برفع
الظلم، وإحقاق الحقِّ. الحكم
التكليفي الإجمالي للمظاهرة: المظاهرة في الأصل مشروعة؛
لأن الخروج إلى الشارع
لا حرمة فيه، ومطالبة
الحاكم بمطالب مشروعة هو
أمر مشروع لا حرمة
فيه، بل المظاهرات المعاصرة
التي نراها اليوم هي
فرض عين على كل
مسلم قادر على الخروج.
Demonstrasi: itu adalah keluarnya manusia ke jalan untuk
menyuarakan kebenaran, menolong orang yang dizalimi, menuntut hakim (pemimpin)
untuk menghilangkan kezaliman, dan memunculkan kebenaran. Secara global hukum
dari demonstrasi pada dasarnya adalah DISYARIATKAN,
karena keluarnya manusia ke jalanan adalah tidak diharamkan, dan menuntut hakim
dengan perkara-perkara yang disyariatkan itu juga hal yang disyariatkan, tidak
ada keharaman padanya. Bahkan, demonstrasi masa kini, yang kita lihat hari ini
merupakan FARDHU ‘AIN atas setiap
muslim bagi yang mampu untuk keluar.
(Selesai kutipan dari Syaikh Abu Syuja’, Beliau menyampaikan sembilan
dalil tentang disyariatkannya demonstrasi damai)
Berhati-hatilah Dalam Menghalalkan Darah Kaum Muslimin
Hendaknya kita hati-hati dalam urusan darah kaum muslimin,
janganlah mengharamkan apa-apa yang Allah Ta’ala halalkan. Jangan berlebihan
dalam mengobral kata-kata kafir, karena
emosi dan hawa nafsu, tanpa dasar dan fiqih yang benar, yang berujung pada
penghalalan menghilangkan nyawa seorang muslim. Lebih baik keliru dalam
membebaskan orang yang salah, dibanding keliru dalam menghukum orang yang
benar. Ini perkara besar!
Allah ﷻ
berfirman:
وَلَا تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ
الْكَذِبَ هَذَا حَلَالٌ وَهَذَا
حَرَامٌ لِتَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ
إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ
لَا يُفْلِحُونَ
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang
disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta "ini halal dan ini haram",
untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang
mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (QS. An Nahl: 116)
Jika shalat adalah hal pertama kali yang dihisab di akhirat
dalam konteks hubungan manusia dengan Allah ﷻ,
maka urusan darah (pembunuhan) adalah yang pertama kali dihisab dalam hubungan
sesama manusia.
Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi ﷺ bersabda:
أَوَّلُ
مَا يُقْضَى بَيْنَ النَّاسِ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِي الدِّمَاءِ
Hal pertama yang diperkarakan di antara manusia pada hari
kiamat nanti adalah urusan darah. (HR. Muttafaq ‘Alaih)
Demikian. Semoga kita bisa berpikir jernih, tidak bersikap
keras dalam mengingkari dalam masalah yang masih diperdebatkan ulama, termasuk
hukum demonstrasi ini, yang memang sebagian ulama melarang, sebagian lain
membolehkan bahkan menganjurkan jika benar kondisi dan alasannya, atau juga
bisa melarang dalam kondisi yang lain pula. Sikap keras dalam mengingkari
hanyalah menjadi bukti betapa sering hawa nafsu dan lidah menjulur melebihi
pemahaman dan akalnya.
Wallahu A’lam wa Ilaihil Musytaka
Salam SaudaraMU
Ghazi
#KajianIlmiah #Sunnah
Komentar
Posting Komentar