Sejarah Singkat Khilafah
Dulu ketika kaum Muslim masih disatukan oleh satu perisai kepemimpinan, di masa itu Islam menunjukkan kebesaran dan ketinggiannya di seluruh penjuru dunia.
Ada yang menyebutnya Khilafah Islam, ada yang menyebutnya Islamic Empire, apapun itu, kekuatannya sangat disegani baik lawan atau kawan, negeri bagi semua Muslim.
Sejak wafatnya Rasulullah Muhammad ﷺ tampuk kepemimpinan ini dilanjutkan Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali, yang dikenal dengan sebutan Khulafaur Rasyidin.
Para Khalifah yang mendapatkan tuntunan ini kemudian diteruskan oleh keluarga Umayyah, Abbasiyyah, dan terakhir Utsmaniyyah yang berpusat di kota Istanbul.
Begitulah penjagaan Islam dan pengurusan kaum Muslim dilakukan oleh para Khalifah, terlepas kekurangan-kekurangan yang ada, Kitabullah dan Sunnah tetap dasar segala.
Islam diterapkan lengkap dengan ketiga pilarnya, aqidah-ukhuwah-syariah, hingga negeri kaum Muslim makmur dan terus bertambah luasnya, tinggi kesejahteraan dan hidupnya.
Kejayaan Utsmani diawali oleh Sultan Mehmed II yang menghabisi Imperium Romawi dengan menaklukkan kota Konstantinopel, dan kota-kota lain di Eropa Timur.
Hingga cicitnya kelak yang bergelar Kanuni Sultan Suleyman, memperluas wilayah Utsmani hingga ke Austria, dengan pasukan laut terbesar di dunia pada masanya.
Hingga memang kisah kejayaan Islam ini harus berakhir pada masanya, untuk jadi sebuah pelajaran di masa depan, bagi kita untuk kembali lagi membangkitkan Islam.
Kanuni Sultan Suleyman telah sukses membawa Khilafah Ustmani sampai pada puncak kekuatannya, bahkan armada laut gabungan Eropa tak bisa menandinginya.
Bahkan salah seorang admiral lautnya Heyrettin, terkenal kehebatannya di seluruh Italia dengan panggilan "Si Janggut Merah", Barbaros dalam bahasa latin.
Hanya saja, dia dan pendahulunya Fatih Sultan Mehmed, lalai memanfaatkan kehebatan di masanya untuk menambal lubang-lubang kekurangan dalam peradaban Islam.
Salah satunya adalah ditinggalkannya bahasa Arab sebagai bahasa Islam, hingga terpisah potensi bahasa dengan potensi Islam, jadilah kaum Muslim jumud dalam agama.
Sebab mustahil memahami agama Islam tanpa bahasa Arab, dan Utsmani adalah penguasa pertama Muslim sedunia, Khalifah pertama yang berbahasa non-Arab.
Ditambah lagi derasnya arus sekularisme pada masa-masa Khalifah setelahnya, mereka meninggalkan Islam dan mencari kebaikan pada peradaban barat, mengerikan.
Inggris dan Perancis yang bangkit setelah Rennaisance juga tak ingin kalah, ditiupkanlah racun Nasionalisme, yang mengerat kaum Muslim berdasarkan bangsa, bukan ukhuwah.
Maka terpisah-pisahlah kaum Muslim satu dengan yang lain, mereka berucap, "kami Arab kalian Turki, dia India dan mereka Mesir", padahal seharusnya satu ummat.
Rusia menggerogoti secara fisik wilayah Islam di utara Laut Hitam, Inggris dan Perancis sibuk menaklukkan wilayah Islam satu demi satu, petaka itu mulai terjadi.
Dan ini hanya rententan kecil sebelum musibah yang lebih besar, yang kita coba ingat sebagai awal bencana bagi kaum Muslim di seluruh dunia hingga hari ini.
Kaum Muslim yang terpuruk dan dunia barat yang bangkit berbagi sebab yang sama, yaitu meninggalkan agama. Barat meninggalkan agama lalu bangkit, kita tinggalkan agama, sakit.
Studi barat tentang ilmu ketimuran, orientalisme, menghasilkan satu kesimpulan, bahwa selama mengandalkan fisik, mereka takkan bisa menang dari kaum Muslimin, sampai kapanpun.
Studi orientalisme yang dimulai sejak awal abad 14 itupun hasilkan rekomendasi, habisi kaum Muslim dengan perang pemikiran, jauhkan Muslim dari Islamnya, dari agamanya.
Perang pemikiran atau akrab di telinga kita dengan "ghazwul fikri" ini berlangsung efektif. Terbukti di akhir abad 19 kaum Muslim sudah tersekulerkan barat, membebek barat.
Khilafah, institusi penaung ummat seluruh dunia itu pun diambang kejatuhan. Serangan fisik dan pemikiran bertubi-tubi itu melelahkan Khilafah yang memang secara internal sudah lemah.
Akhirnya, Perang Dunia I 1914-1917 menjadi pamungkasnya, Khilafah yang saat itu dipaksa bergabung dengan Jerman di Blok Sentral, menelan kekalahan dari Blok Sekutu.
Maka Inggris dan Perancis selaku pimpinan Blok Sekutu, lantas membagi-bagi wilayah Khilafah lewat perjanjian Sykes-Picot. Semuanya lantas dilegitimasi oleh Liga Bangsa-Bangsa.
Negeri kaum Muslim yang satu itu pun dikerat-kerat jadi 50 lebih negara bangsa, masing-masing dilemahkan atau diatur agar tetap menaati Inggris Raya sebagai adidaya dunia saat itu.
Khusus tanah Palestina, Lord Rothchilds dan Theodore Hertzl, melobi Raja George V untuk memberikan tanah kaum Muslim itu pada mereka, maka jadilah keinginan itu.
Maka berdirilah embrio Negara Israel lewat Deklarasi Balfour, lalu disahkan PBB pada tahun 1948. Sampai hari ini, duka dan darah rakyat Palestina masih tertumpah.
Di pusat Khilafah, Inggris membiarkan Turki untuk merdeka, maka Mustafa Kemal membubarkan Khilafah pada 3 Maret 1924, dan sampai hari ini, kaum Muslim tak punya pelindung.
Warisan Rasulullah, Khulafaur Rasyidin, masih menunggu untuk kita teruskan. Aqidah dan Syariah masih menunggu diterapkan, dan adanya Khilafah di masa depan, adalah janji Allah.
By : Felix Y Siauw
Published : Almas Lim
Komentar
Posting Komentar