Definisi Peradaban
Peradaban (hadharah) adalah sekumpulan konsep (mafahim) tentang kehidupan. Peradaban bisa berupa peradaban
spiritual ilahiyah (diniyah ilahiyyah)
atau peradaban buatan manusia (wadl’iyyah
basyariyyah). Peradaban spiritual ilahiyah lahir dari sebuah aqidah (dasar ideologi), seperti peradaban
Islam yang lahir dari Aqidah Islamiyah.
Sedangkan peradaban buatan manusia bisa lahir dari sebuah aqidah, seperti
peradaban kapitalisme Barat, yang merupakan sekumpulan konsep tentang kehidupan
yang muncul dari aqidah sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan). Peradaban
buatan manusia bisa pula tidak lahir dari sebuah aqidah, semisal peradaban
Shinto, Yunani, Babilonia, dan Mesir Kuno. Peradaban-peradaban tersebut sekedar
merupakansekumpulan konsep yang disepakati oleh satu atau beberapa bangsa. Jadi
peradaban ini adalah sebuah sebuah peradaban yang bersifat kebangsaan atau buatan
manusia.
Selain itu, seseorang atau
sekelompok manusia bisa jadi memeluk suatu agama sekaligus mengikuti aqidah
tertentu, karena agama tersebut tidak memiliki konsep yang menyeluruh tentang
kehidupan, seperti agama Nasrani atau Budha. Orang-orang tersebut menganut
konsep-konsep kehidupan yang membentuk peradaban mereka, sekalipun
konsep-konsep tersebut tidak berhubungan dengan agama mereka karena tidak lahir
dari agama mereka. Dengan demikian, peradaban mereka bukan merupakan peradaban
ilahiyah, sekalipun pada faktanya mereka memeluk suatu agama. Karena itu,
berbagai kelompok manusia dari berbagai agama dan bangsa –seperti orang Jepang,
Hindu, Sikh, dan Prancis– bisa jadi mempunyai satu peradaban. Bangsa dan agama
mereka berbeda, tetapi peradaban mereka hanya satu, yaitu kapitalisme.
Sedangkan benda-benda yang
digunakan dalam urusan kehidupan bukan merupakan peradaban, sekalipun tak
jarang benda-benda tersebut berasal dari peradaban tertentu. Untuk
membedakannya dengan sekumpulan konsep kehidupan (hadharah atau peradaban), benda-benda inderawi tersebut bisa
disebut dengan istilah madaniyah.
Bila benda-benda tersebut dihasilkan dari peradaban tertentu, patung misalnya, maka
mereka merupakan bagian dari madaniyah khusus.
Sementara benda-benda yang dihasilkan dari ilmu pengetahuan dan industri
merupakan bagian dari madaniyah umum,
seperti televisi, roket, pesawat terbang, penisilin, dan sebagainya. Jadi,
madaniyah bias bersifat khusus maupun umum. Berbeda dengan peradaban yang
–tidak bisa tidak– mesti bersifat khusus. Makna pengkhususan (khususiyat) itu berkaitan dengan boleh
tidaknya kaum Muslim mengambil atau mengadopsinya. Kaum Muslim tidak
diperbolehkan mengambil madaniyah yang
bersifat khusus, sedangkan yang bersifat umum boleh diambil.
Perbedaan antara peradaban dan madaniyah harus senantiasa diperhatikan.
Begitu pula, perbedaan antara bentuk-bentuk madaniyah yang dipengaruhi oleh suatu peradaban dengan
bentuk-bentuk madaniyah yang berasal
dari perkembangan ilmu pengetahuan dan industri harus selalu diperhatikan. Hal
ini dimaksudkan agar pada saat akan mengambil suatu madaniyah, kita dapat membedakan bentuk-bentuknya serta dapat membedakannya
dengan peradaban. Tidak ada larangan bagi kaum Muslim untuk mengambil berbagai bentuk
madaniyah Barat yang dihasilkan dari ilmu pengetahuan dan industri. Akan
tetapi, madaniyah Barat yang dipengaruhi oleh peradaban Barat bagaimanapun juga
tidak boleh diambil, karena tidak dibolehkan mengambil peradaban Barat yang
jelas-jelas bertentangan dengan peradaban Islam yang berlandaskan Aqidah Islamiyah. Aqidah Islamiyah sama sekali berbeda dengan aqidah ideologi Barat
yang berlandaskan asas kompromi dan pemisahan agama dari kehidupan
(sekularisme). Peradaban Islam menjadikan halal dan haram sebagai gambaran kehidupan
dan standar perbuatan, sedangkan peradaban Barat menjadikan manfaat sebagai
standar setiap perbuatan. Demikian pula, makna kebahagiaan dalam peradaban
Islam adalah ketenteraman yang permanen, yaitu mencari keridhaan Allah,
sementara kebahagiaan dalam perspektif Barat adalah kenikmatan jasadiyah.
Agar kaum Muslim sadar sepenuhnya mengenai
hal-hal yang boleh diambil dan tidak boleh diambil, maka perlu dilakukan
pemisahan antara peradaban dengan madaniyah, serta pembedaan antara madaniyah
yang dihasilkan konsep-konsep kehidupan tertentu dengan madaniyah yang murni
berasal dari ilmu pengetahuan dan teknologi.
Mungkin ada yang bertanya, mengapa
digunakan istilah hadharah untuk
menyebut sekumpulan konsep kehidupan dan istilah madaniyah untuk bentuk-bentuk fisik,
dan mengapa bukan sebaliknya? Secara lughawi,
hadharah adalah tempat tinggal di
suatu wilayah yang beradab (seperti kota), sedangkan al-hadhir adalah orang-orang yang tinggal di kota-kota dan
desa-desa. Al-Qatami pernah berkata dalam sebuah syair :
Sedangkan madana di suatu tempat berarti disanalah ia tinggal, dan madana
berarti tiba di kota (madinah). Dengan
demikian kedua kata tersebut mempunyai makna yang hampir sama. Untuk menjawab
pertanyaan di atas, maka dapat dijelaskan bahwa kata hadharah seringkali digunakan untuk menyebut hal-hal yang berkaitan
dengan pemikiran, sehingga lebih sesuai untuk memaknai sekumpulan konsep
tentang kehidupan. Disebutkan dalam al-Qamus
al-Muhith bahwa kata hadhura
mirip dengan nadusa, yaitu orang
yang fasih berbicara (dzu al-bayan)
dan berpengetahuan (dzu al-fiqh).
Sedangkan dalam kitab Lisanul Arab
dikatakan, ‘seorang yang hadhr
bermakna fasih berbicara (dzu al-bayan),
dan seorang disebut hadhir bila ia
membawa sesuatu yang baik. Disebutkan pula dalam Lisanul Arab, bahwa di dalam hadits dikatakan, ‘Katakan yang yadlurukum,” yaitu yang ada pada dirimu
dan jangan menyusahkan dirimu dengan yang lain.’ Dengan demikian, kata hadharah lebih dekat, lebih konsisten, dan
lebih tepat digunakan untuk menyebut sekumpulan konsep kehidupan daripada kata madaniyah, dan istilah madaniyah lebih
tepat digunakan untuk menyebut bentuk-bentuk fisik. Dalam pepatah Arab sering
dikatakan, “Laa masyaahata fi al-ishtilah” Artinya, tidak perlu ada
pertentangan yang lebih jauh mengenai penggunaan suatu istilah.
Yang lebih penting adalah pemisahan antara sekumpulan konsep dengan benda-benda
fisik yang dihasilkannya, serta pemisahan antara benda-benda fisik yang lahir
dari konsep-konsep tersebut dengan benda-benda fisik yang murni berasal dari
penemuan ilmiah, ilmu pengetahuan, dan industri. Benda-benda yang disebutkan
pertama kali tidak boleh diambil, sedangkan benda-benda yang disebutkan kemudian
boleh diambil oleh kaum Muslim.
Telah dikatakan bahwa peradaban
adalah sekumpulan konsep tentang kehidupan. Peadaban ini bisa berupa peradaban
spiritual ilahiyah (diniyah) dan bisa
pula berupa peradaban buatan manusia. Contoh peradaban diniyah adalah peradaban Islam, sedangkan contoh peradaban buatan
manusia adalah peradaban India atau peradaban Barat. Keberadaan peradaban-peradaban
tersebut merupakan suatu hal yang pasti dan menjadi fakta yang terbantahkan.
Demikian pula, perbedaan di antara peradaban-peradaban itu merupakan suatu
fakta yang tidak bisa diingkari, kecuali oleh para pendusta. Sumber peradaban diiniyyah – menurut para penganutnya –
adalah wahyu, sedangkan sumber peradaban buatan manusia adalah orang-orang yang
sepakat dengan konsep-konsepnya. Hal ini saja cukup untuk memisahkan dan
membedakan kedua macam peradaban ini. Bahkan sekalipun kemudian nampak berbagai
bentuk kesamaan konsep, yang terjadi bukan karena adanya suatu kesepakatan atau
kesamaan pemikiran. Ini disebabkan karena peradaban – ketika diambil– harus
diambil sekaligus dengan landasan darimana ia berasal atau landasan tempat ia
dibangun. Jadi bila landasan kedua peradaban berbeda, maka adanya kesamaan
sejumlah konsep atau kemiripan beberapa konsep tentang kehidupan, menjadi perkara
yang tidak perlu diperhatikan. Hal ini disebabkan karena konsep hanya merupakan
cabang dari landasannya (ashl), dan
ia tidak dapat diambil kecuali dengan landasannya. Baik peradaban Islam maupun
peradaban Barat membolehkan orang memakan ikan, mengenakan pakaian dari bahan
wol, memiliki harta pribadi, menjadikan wanita sebagai wakil, mengoreksi
penguasa, dan meminum obat. Namun demikian, hal-hal tersebut serta segala
sesuatu yang mirip dengannya tidak dianggap sebagai bagian dari peradaban
Islam, kecuali hal-hal tersebut berasal dari wahyu Allah Swt. kepada Rasulullah
Muhammad saw., atau dengan kata lain berasal dari syariat. Sementara hal-hal yang
sama diambil oleh peradaban Barat semata-mata karena adanya kepentingan (maslahat) atau karena disukai oleh
pikiran para penganutnya. Bila seorang muslim mengambil hal-hal tersebut semata-mata
karena adanya kepentingan atau karena pertimbangan rasionalnya, maka ia tidak dianggap
mengamalkan Islam.
Perbedaan antara berbagai peradaban
merupakan fakta yang tidak mungkin dibantah. Yang perlu kita bahas adalah perbedaan
antara peradaban Islam dengan peradaban lainnya, khususnya peradaban Barat,
serta hal-hal yang muncul akibat perbedaan tersebut, seperti masalah-masalah
dialog antar peradaban (al-hiwar), benturan/perang
(ash-shira’), kemungkinan adanya
satu peradaban universal, bentuk dan tipe benturan yang terjadi, dan akankah
benturan itu berakhir, atau tersembunyi, atau akankah ada yang menjadi pemenang
dalam benturan peradaban itu? Apa yang dimaksud dengan dialog antar agama dalam
pandangan orang-orang yang menyerukannya, dan bagaimana sikap yang benar
mengenai hal itu? Apa perbedaan yang ada diantara berbagai agama dan peradaban?
Dan sebagainya.
Ada dua macam agama di dunia.
Pertama, agama (ad-diin) yang
darinya lahir suatu peradaban, karena memiliki konsep yang menyeluruh tentang
kehidupan seperti diinul Islam. Kedua,
agama yang tidak melahirkan suatu peradaban karena tidak memiliki konsep yang
menyeluruh tentang kehidupan seperti agama Nasrani. Sekalipun agama tersebut
memiliki aturan-aturan semisal ‘Jangan mencuri dan jangan berzina’, namun ia tidak
memiliki konsep yang meliputi seluruh aspek kehidupan. Dengan demikian, agama Nasrani merupakan suatu contoh agama
yang tidak melahirkan peradaban.
Peradaban kapitalisme tidak berasal
dari agama Nasrani, sekalipun
peradaban itu muncul dari negeri-negeri yang mayoritas dihuni oleh orang-orang
yang beragama Nasrani. Jadi, dialog atau benturan atau kemitraan antara Islam
dan Nasrani berbeda dengan dialog atau benturan antara peradaban Islam dan Kapitalisme.
Komentar
Posting Komentar